Rabu, 30 Mei 2018

4. Mencipta

4. Mencipta 

Mencipta adalah mengadakan objek dari tiada.

Pernah saya ikuti perdebatan tentang mungkinkah mencipta ini. Mungkinkah Tuhan mengadakan makhluk dari ketiadaan? Satu pihak bilang adalah mustahil mengadakan apapun dari ketiadaan, jelas-jelas tiada, tidak ada. Pihak lain bilang mencipta sebenarnya bukan mengadakan makhluk dari tiada, melainkan memindahkan wujud dari ranah potensi ke ranah aktual... Singkat kata tak ada kesimpulan pada akhirnya.
###

Pak Karyo mencipta meja dari potongan-potongan kayu. Ini mungkin contoh penerapan ide mencipta di atas. Dari tiada meja menjadi ada meja, dengan Pak Karyo sebagai penciptanya. Sekilas tak ada yang salah dengan hal itu. Tapi coba selami sedikit lebih dalam. Samakah makna yang disampaikan antara Pak Karyo mencipta meja (dari potongan-potongan kayu) dengan Tuhan mencipta makhluk (dari tiada)? Mencipta pada kasus meja adalah pengibaratan sementara mencipta pada kasus makhluk adalah makna hakikinya.

Jika dicermati ide tentang mencipta ini, ada beberapa poin yang mestinya diperhatikan. Poin pertama adalah penguasaan penuh subjek terhadap objek yang dicipta. Dalam kasus Pak Karyo dan meja misalnya, subjek benar menguasai sebagian sifat-sifat kayu atau dan meja tapi tak sepenuh sifat-sifatnya. Pak Karyo bisa mempengaruhi beberapa sifat kayu (di antaranya bentuknya dan warnanya) tapi tak bisa menentukan semua sifat kayu (termasuk perubahan fisisnya, bahkan ada dan tiadanya dalam alam materi). Pak Karyo tak bisa sesukanya mengubah kayu jadi puding rasa melon misalnya. Tak bisa pula Pak Karyo memindahkan wujud kayu dari alam materi ke alam kubur misalnya. Bisakah? (Andai Pak Karyo bisa, pasti beliau ini bukan tukang kayu biasa, tapi dewa kayu. 😅)

Poin kedua ide mencipta, sebagai konsekuensi logis dari poin pertama, adalah ketunggalan pencipta. Karena subjek menguasai sepenuhnya objek yang dicipta maka niscaya dia, dan hanya dialah, yang mencipta objek tersebut. Kalau ada campur tangan subjek kedua, ketiga, dst, secara hakiki, dalam mencipta objek, maka itu tidak lagi dapat disebut sebagai mencipta (dalam makna hakikinya). Adapun jika subjek kedua, ketiga, dst adalah pada hakikatnya ciptaan subjek pertama, maka campur tangan subjek kedua, ketiga, dst juga hakikatnya adalah dari subjek pertama, ini dengan demikian tak menyalahi ide tentang mencipta objek oleh subjek tunggal.
###

Konsep mencipta yang tampaknya cukup rumit, ada gambarannya, dan (tak disangka) ternyata cukup mudah. Menghadirkan sesuatu dalam benak. (Mengkhayal juga boleh lah.)

Coba anda bayangkan kartun ikan. Karena gaya tarik dari bawah ikan tersebut jatuh. Masuklah ia ke air. Mulailah ia mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang melayang ke arah permukaan air karena gaya apung. Ada seorang mengendarai sampan mendekati ikan tadi, mengarahkan telunjuknya ke arah ikan. Seketika ikan berubah menjadi semangka seukuran tinggi orang tadi. Orang tadi mengarahkan telunjuknya lagi, seketika semangka menghilang. Cling!...

Anda perhatikan bahwa ikan dalam khayalan anda itu dapat anda apakan sesuka, semau anda. Anda perhatikan gaya tarik ke bawah, telunjuk orang, yang mempengaruhi ikan, itu tidaklah ada secara mandiri, termasuk gaya apung yang mempengaruhi gelembung udara, termasuk pengaruh telunjuk terhadap semangka. Semua gaya itu adalah dalam kuasa anda. Hakikatnya hanya anda subjek dalam kisah tadi, pun segenap gaya yang ada hanyalah milik anda.

Kira-kira demikianlah mencipta.
###

Kembali ke bagian yang lebih mendasar, yakni ke bahasan awal di bab ini, mungkinkah ada mencipta, mungkinkah mengadakan objek dari tiada?

Dengan menambahkan sudut pandang maka soalan ini akan lebih mudah dijawab.

Dari sudut pandang pengamat jelas bahwa tiada menjadi ada dan dari ada menjadi tiada itu bukan hal yang perlu dipertanyakan. Saya ajak anda kembali ke contoh meja. Meja tadinya tiada, benar-benar tidak ada, menjadi ada. Potongan-potongan kayu terpisah tadinya ada menjadi tiada.

Dari sudut pandang pencipta, objek ciptaan itu tak pernah tiada, ia selalu ada dan selalu bergantung. (Bagian ini akan menjadi jelas pada bahasan-bahasan selanjutnya. Insya Allah.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar