Selasa, 14 Agustus 2018

Meniru Nabi

Meniru Nabi

Catatan ini akan banyak mengutip ungkapan alQuran. Bukan karena ahli alQuran, atau kompeten dalam menafsirkannya, atau paham sepenuhnya Islam Muhammadi. Saya adalah pelajar yang memandang argumen-argumen sebagai bagian dari sarana berpengetahuan, berkeyakinan. Allah, saya berharap hanya kepada Anda. Sampaikanlah kami kepada pengetahuan! Sampaikan kepada keyakinan! Lebih dari itu, sampaikan kami kepada kerelaan Anda! Demi benarnya Muhammad, kekasih Anda, juga keluarga Muhammad, para pilihan Anda. ###

"Katakan! Jika kalian mencinta Allah maka tirulah saya (Muhammad), Allah akan mencinta kalian dan mengampuni untuk kalian dosa-dosa kalian..." (Ali Imran: 31)

Salah satu bagian yang unik dari ungkapan alQuran ini "tirulah saya". Tidak dinyatakan dengan tirulah yang seperti saya. Tak disebutkan dengan ikuti kata-kata saya. Tak pula dinyatakan dengan taatilah saya. Seolah beliau dihadirkan oleh representasi yang identik dengan beliau sendiri. Di zaman manapun yang mendengar ungkapan alQuran. Seolah beliau sendiri hadir bersama ungkapan agung tsb. ###

"Dan mereka yang ingkar (akan) bilang: Andai saja diturunkan kepadanya satu tanda dari Tuannya. Anda hanyalah seorang pemberi peringatan. Dan untuk setiap kaum (ada) seorang pemberi petunjuk." (arRa'd: 7)

Sebagian kaum adalah mereka yang tidak mampu menerima argumentasi dalam bentuk pengetahuan dan penalaran. Lebih tepatnya enggan berpikir, berlogika, berdialektika. Itulah mereka yang merasa asing dengan agama yang dibawa Muhammad saw. Agama yang sebenarnya hanya bisa tegak di atas pondasi pengetahuan kokoh tentang kosmos, penciptaan, ketuanan, ketuhanan.

Sebagian orang adalah kaum yang instan. Kaum yang ingin dimanjakan dalam keberimanannya dengan mukjizat material yang terindera langsung olehnya. Mereka hanya akan percaya kepada seruan kepada kebenaran jika dihadirkan mukjizat material dihadapannya. (Saya jadi ingat acara di tv yang gemar mengulang-ulang ungkapan "Mukjizat itu nyata! Mukjizat itu nyata!") Termasuk dalam masyarakat yang hidup sezaman dengan Nabi saw.

Menanggapi mereka ini Allah mengingatkan Nabi. Wahai Nabi, katakan kepada kaum yang malas menalar itu! Mukjizat bukanlah mainan untuk menyenangkan mata. Sementara anda bukan pula badut bagi mereka. Bukan pada tempatnya bahwa anda membawa mukjizat material kemana-mana. Hanya Allah, Tuan anda, yang berhak menentukan kapan dan di mana mukjizatNya harus ada. Tetapi anda adalah seorang pemberi peringatan, yang terhormat, tentang akhir pedih bagi mereka yang mengingkari pengetahuan dan fakta.

Bagi mereka yang membuka hati dan penalaran untuk kebenaran, Allah menyampaikan sebuah tanda yang besar. Bahkan melebihi hebatnya mukjizat inderawi manapun. Tidak dinyatakan terpisah dari konteks ayat tsb. (Menurut saya ini bentuk komunikasi efisien yang unik. Satu pernyataan ringkas dengan banyak maksud yang saling menguatkan.)

Satu tanda bahwa Muhammad saw seorang utusan yang benar adalah bahwa dalam setiap zaman, bagi ummatnya, bagi umat manusia yang diistimewakan dengan kenabian beliau, ada seorang pemberi petunjuk. ###

"...maka siapa mengikuti/meniru petunjukKu, maka tiada (satu) takut pada mereka. Dan mereka tak akan bersedih." (alBaqarah: 38)

Allah menentukan bahwa hak Dia untuk memberi petunjuk. Adalah wewenangNya menentukan siapa sosok yang merepresentasikan petunjukNya itu.

"Bukan (kewajiban) pada anda (Muhamad) petunjuk mereka, tetapi Allah akan memberi petunjuk siapa yang Dia mau..." (alBaqarah: 272) ###

"Dan siapa (ingin) mentaati Allah dan rasulNya maka mereka itu bersama yang nikmat Allah atas mereka. Dari para nabi, juga kaum yang membenarkan, juga para saksi, juga kaum yang saleh. Dan mereka itulah sahabat karib yang terbaik." (anNisa: 69)

Para pemberi petunjuk, di antara ummat Muhammad saw, yang ditunjuk oleh Allah, ditandai dengan karakter-karakter berikut. Membenarkan Muhammad, menjadi saksi (ketuhanan, kenabian, pengadilan akhirat), saleh. Karakter mereka bahkan setara dengan para nabi, meskipun mereka bukan nabi.

"...(mereka bilang): Kami tak membeda-bedakan satu-satu sebagian rasulNya. Dan kami bilang: Kami mendengar dan kami patuh. (Kiranya) ampunan Anda untuk kami, Tuan kami! Dan adalah menuju Anda perjalanan ini." (alBaqarah: 285)

"Muhammad rasul Allah. Dan mereka yang bersamanya tegas kepada para pengingkar, berkasih sayang di antara sesamanya. Anda lihat mereka gemar rukuk, gemar sujud, berharap karunia dari Allah dan kerelaanNya..." (alFath: 29)

Dan kabar baiknya masih banyak lagi tanda-tanda para pemberi petunjuk ini dinyatakan dalam alQuran. ###

Namun demikian, mengapa alQuran hanya memuat tanda-tanda para pemberi petunjuk? Mengapa tidak dinyatakan secara tersurat saja siapa para pemberi petunjuk itu? Sampai-sampai Ali bin Abu Talib as, cahaya terang di sebelah dan setelah Muhammad saw, tak dituturkan namanya dalam alQuran. Allah lebih tahu bagaimana menjawab soalan ini. Mungkin ungkapan berikut adalah sebuah isyarat.

"Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka. Dan Allah adalah penyempurna cahayaNya meski para pengingkar membenci." (asSaf: 8)

Menarik dibaca:
* An Enlightening Commentary into the Light of the Holy Qur'an vol. 8. Versi buku elektroniknya dapat diunduh di link berikut. https://www.al-islam.org/enlightening-commentary-light-holy-quran-vol-8

Sabtu, 04 Agustus 2018

Bahagia?


bahagia?

Berikut adalah menurut kbbi. Mungkin tak sama persis dengan yang ada pada benak masing-masing kita, namun anggap saja sebagai definisi yang dipakai dalam catatan ini.

bahagia/ba·ha·gia/ 1 n keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan): -- dunia akhirat; hidup penuh --;2 a beruntung; berbahagia: saya betul-betul merasa -- karena dapat berada kembali di tengah-tengah keluarga;

Rasanya, buat saya, mirip dengan puas.

puas/pu·as/ a1 merasa senang (lega, gembira, kenyang, dan sebagainya karena sudah terpenuhi hasrat hatinya): ia merasa -- sebagai penyanyi; ia merasa -- melihat pekerjaan murid-muridnya; baru -- hatinya, kalau dapat mencelakakan saingannya2lebih dari cukup; jemu: -- merasakan hinaan dan nistaan; -- bertanya-tanya, tiada seorang pun yang tahu;

Kurang lebih sama dengan senang.

senang/se·nang/ a 1 puas dan lega, tanpa rasa susah dan kecewa, dan sebagainya: ia menyelesaikan pekerjaan itu dengan --; hatiku -- kini setelah semua tugas terselesaikan; 2 betah: saya selalu -- tinggal di daerah yang dingin; 3berbahagia (tidak ada sesuatu yang menyusahkan, tidak kurang suatu apa dalam hidupnya): ia cukup -- dengan kehidupannya sekarang; 4 suka; gembira: dengan -- ia menyambut kelahiran bayinya; 5sayang: orang tuanya -- kepada calon menantunya; 6 dalam keadaan baik (tentang kesehatan, kenyamanan, dan sebagainya): sudah beberapa hari ini saya merasakan tidak --; kami selalu dalam keadaan --; 7 mudah; serba mudah; praktis: --memakai kompor ini;-- di balik -- , ki marah; jengkel; -- hati, ki gembira dalam hati;

Dalam bahasa inggris, bahagia, tampaknya sejajar dengan contentment, atau complacency, atau pleasure. ###

Ada sebagian orang menyamakan bahagia dengan kata أفلح dalam bahasa alQuran. Seperti dalam Taha: 64, atau alMu'minun: 1. Dari akar kata yang sama ada تفلحون  seperti pada alBaqarah: 189, atau Ali Imran: 130. Atau menyamakan bahagia dengan فلاح, seperti dalam bait azan dan iqamat.

Setiap orang memang bebas mendefinisi apapun sesukanya. Namun demikian, mungkin perlu dipertimbangkan bahwa yang berhak atas definisi adalah si empunya pernyataan.

Allah, sebagai pembuat pernyataan, yakni dalam hal ungkapan alQuran, harusnya yang paling layak mendefinisi apa itu أفلح, atau apa تفلحون yang Dia maksud.

Kata أفلح yang muncul dalam Taha: 64, alMu'minun: 1, alA'la: 14, asySyams: 9. Dalam Surah asySyams, jika dicermati, Allah seolah mendefinisi أفلح dengan menyebutkan lawan katanya, yakni خاب yang sebagian maksudnya adalah menjadi tiada, tak berhasil, gagal.

Berhasil=bahagia? Mungkin ilustrasi ini akan sedikit membantu. Akankah seorang berbahagia saat berhasil berbuat jahat?

Namun begitu, saya tidak tahu jika dalam alam penyingkapan atau semisalnya, yang dialami sebagian orang, bahwa sukses atau keberhasilan adalah sama dengan bahagia. ###

Sebagian orang mencari konsep bahagia dalam Islam. Menyampaikan kepada alBaqarah: 38 misalnya. "...maka siapa mengikuti petunjukKu, maka tiada takut pada mereka, dan mereka tak akan bersedih." Atau alMaidah: 119, "...Allah ridha dengan mereka dan mereka ridha denganNya. Itulah kemenangan yang besar."

Mungkin benar bahwa bahagia (diri), dalam konteks ayat-ayat tsb, adalah hal yang berharga. Namun demikian, jika diperhatikan, dalam ayat-ayat alQuran, konteks "bahagia" selalu menjadi keterangan tambahan dari ketaatan kepada Allah, atau kerelaan Allah. Yakni, dalam bahasa alQuran, bahagia (diri) bukanlah tujuan akhir. Ia bukan titik, tapi koma. Seperti diungkapkan secara gamblang dalam ayat berikut. "Dan di antara manusia ada yang mau menjual dirinya demi kepuasan Allah." (alBaqarah: 207) ###

Menarik dibaca:
* An Enlightening Commentary into the Light of the Holy Quran vol. 11. Versi buku elektroniknya dapat diunduh di link berikut. https://www.al-islam.org/enlightening-commentary-light-holy-quran-vol-11
* https://www.almaany.com/en/dict/ar-en/أفلح/
* https://www.almaany.com/en/dict/ar-en/خاب/

Kamis, 02 Agustus 2018

Islam 100%

Islam 100%

Islam adalah ajaran yang diturunkan untuk segenap manusia. Oleh Allah, sebagai bentuk kasihNya, disampaikan melalui segenap utusan mulia, dari Adam (as) hingga sang Nabi terakhir, Muhammad (saw). Sebagai satu ajaran yang utuh, dalam masa kenabian terakhir, Islam dibawa, dipahami, diamalkan, disampaikan, dijaga oleh Muhammad (saw). Pada masa ini beliaulah Islam itu sendiri. Sementara manusia lain, pada masa kenabian beliau, semuanya, adalah pelajar, peniru Islam, di hadapan beliau.

Namun demikian, salah satu kehilangan terbesar dalam sejarah manusia tampaknya harus terjadi. Muhammad (saw) berpulang pada tahun ke-10 hijrah, bertepatan dengan tahun ke-632 masehi. (Allah lebih tahu betapa besar kehilangan yang dirasakan kaum beriman dengan terputusnya wahyu, dengan wafatnya sang Nabi). Apakah kemudian Islam sebagai satu ajaran yang utuh terkubur bersama jasad mulia beliau?

Mari kita simak ilustrasi yang melatari tanya tsb. Ini adalah ilustrasi untuk memudahkan pemahaman saja, mungkin bukan yang paling tepat, tapi insyaAllah menyampaikan maksud yang ingin saya sampaikan.

Katakan bahwa Muhammad (saw) adalah manifestasi sempurna Islam, seperti diungkap sebelumnya. Generasi yang belajar langsung tentang Islam kepada Nabi (saw) disebut dengan para sahabat (Nabi). Generasi yang selanjutnya belajar tentang Islam kepada para sahabat disebut tabiin. Dst.

Para sahabat beragam dalam hal kecerdasan, kesungguhan, juga lamanya belajar dari Nabi. Dari segi lamanya berinteraksi dengan Nabi misalnya. Ada sepupu Nabi, sekaligus anak angkat, juga menantunya yang telah mengenal dekat siapa Nabi, selama masa kerasulan, bahkan lebih lama lagi. Ada Abu Bakar, pedagang yang memeluk Islam pada masa awal kenabian, sebagai orang pertama di luar keluarga Muhammad yang mengakui kenabian beliau. Ada Abu Hurairah yang berislam sejak empat tahun menjelang wafat Nabi. Dengan asumsi bahwa ada bias dalam penerimaan ajaran Islam dari Nabi kepada para sahabat ini, atau setidaknya fakta bahwa Nabi tidak selalu bersama dengan masing-masing sahabat, maka kemudian apa yang ada pada Nabi tak sama persis dengan apa yang ada pada masing-masing sahabat.

Katakan bahwa Muhammad (saw) adalah Islam 100%, Abu Bakar memahami Islam 90%, Umar memahami 70% dari Islam, dst. Setelah itu ada generasi tabiin yang berguru tentang Islam kepada para sahabat, tentunya dengan kadar pemahaman yang lebih rendah dari para sahabat utama Nabi. (Toh?) Demikian seterusnya hingga kita yang hidup ratusan tahun, seribuan tahun lebih setelah Nabi wafat. Alhasil, berapa persen keislaman kita, atau keislaman para ahli Islam di zaman kita? 10%? 5%? Silahkan perhatikan narasi yang dibangun oleh sebagian orang yang menyatakan bahwa generasi terbaik adalah para sahabat. Setelah itu adalah tabiin. Setelahnya adalah tabiit tabiin. Dst. Betapa malang nasib anda, saudara! Anda lahir teramat jauh dari zaman Nabi. Anda lahir teramat jauh dari zaman dan predikat "terbaik". Takdir, terima saja!(?)

Jika dirunut kembali ke belakang pada saat Nabi saw berpulang, dengan teori keberagamaan seperti disebutkan, maka sebenarnya Islam sudah tiada. Mengapa? Bukankah yang ada adalah 90% Islam, 70% Islam, dst, bukan Islam sebagai satu bangunan utuh? Adakah yang akan bilang bahwa Islam tetap ada 100% dengan menggabungkan keislaman masing-masing sahabat? Saya berani jamin tak ada yang dapat menunjukkan Islam 100% seperti apa, dengan teori semacam itu.

Atau apakah Islam itu maksudnya semangat, spirit semata, tanpa rincian amaliah yang tertentu? Dalam Islam ada ajaran salat misalnya. Jika niatnya benar maka salatnya benar? Apakah salat yang beragam, masing-masing mazhab punya cara salatnya sendiri, itu benar semua (bergantung niatnya)? ###

Mari sejenak kembali kepada salah satu sumber ajaran Islam paling terpercaya. Yang diakui posisinya sebagai rujukan utama semua muslim. AlQuran. (Atau ada yang meragukan posisi dan keaslian alQuran? Bisa, bisa banget didiskusikan. Sambil ngopi?) Jadi apa yang alQuran katakan tentang polemik ini?

"Wahai sekalian kaum beriman masuklah dalam Islam, semua!..." Atau "Katakan: Jika kalian mencintai Allah maka tirulah saya (Muhammad)!..."

Apakah dengan ungkapan ini Allah bercanda? Mustahil menjadi seperti Nabi, yakni Islam 100%, tapi Allah mengajak semua mukmin menjadi seperti Nabi? Apakah Dia pernah bergurau dengan ungkapan semisal "Wahai sekalian manusia jadilah kecebong atau kampret (secara harfiah)!"? Perlukah Allah membanyol hanya untuk menyenangkan anda?

"Ia (alQuran) sungguh satu pernyataan tegas. Dan ia bukanlah candaan."

Semakin jauh menyelami alQuran dengan dada dan pikiran terbuka akan anda dapati bahwa menjadi seperti Nabi, bukanlah pepesan kosong. Itu bukan candaan sama sekali. Itu kalau belajar dari ahlinya. Siapa? Ya, Nabi lah. Atau yang serupa dengan beliau. Emang ada? ###

Alkisah. Kaum Nasrani dari Najran meyakini bahwa Isa bin Maryam adalah tuhan. Argumennya adalah bahwa ia tak punya ayah biologis. Pada Surah Ali Imran: 59 alQuran menjawab argumen tsb. "Perumpamaan Isa di sisi Allah sungguh seperti Adam. Dia menciptanya dari debu. Lalu Dia bilang kepadanya 'Jadi!' Maka terjadi."

Menjawab lebih lanjut keyakinan kaum Nasrani tsb Allah mempersilahkan Nabi, disertai orang-orang terdekatnya, mengajak kaum Nasrani bermubahalah. Yakni beradu doa di area umum, agar pihak yang klaimnya salah beroleh bencana dan kehancuran seketika. Tertarik dengan kelanjutannya? Silahkan cari buku tentang "mubahalah".

Kembali ke topik kita. Adapun yang menarik tentang kisah ini adalah bagaimana Allah dan alQuran mengungkapkan secara harfiah orang-orang yang terlibat di dalamnya. Khususnya dari pihak Muhammad (saw).

"...maka katakan! Mari kita ajak anak-anak kami dan anak-anak kalian, juga perempuan-perempuan kami dan perempuan-perempuan kalian, juga diri-diri kami dan diri-diri kalian, lalu kita bermubahalah..."

Salah satu yang paling menarik adalah bagaimana Allah menyebutkan sebagian peserta mubahalah dengan ungkapan "diri-diri kami". Yakni orang selain Nabi yang Allah samakan dengan diri Nabi. ###

Seolah ayat-ayat tentang mubahalah tsb ingin mengungkapkan siapa ulul amr (secara harfiah: para pemilik otoritas) dalam Surah anNisa: 59. "Wahai kaum beriman sekalian taatilah Allah, taati pula sang Rasul dan ulul amr dari kalian..."

Betapa dalam ayat tsb ketaatan kepada ulul amr disandingkan dengan ketaatan kepada Allah dan rasulNya. Silahkan cermati bahwa secara tekstual ketaatan kepada ulul amr dalam hal ini tanpa syarat sebagaimana ketaatan kepada Allah, pun rasulNya. Mengapa demikian? Karena ulul amr dalam ungkapan Allah disetarakan dengan sang Rasul, seperti diungkapkan dengan frasa "diri-diri kami" pada rangkaian ayat mubahalah. ###

"Dan mereka yang ingkar akan bilang 'anda bukan seorang rasul'. Katakan! 'Cukuplah Allah sebagai saksi antara saya dan kalian, juga dia yang padanya pengetahuan sang kitab.'" (AlQuran Surah arRa'd: 43)

Sang kitab dalam hal ini adalah ungkapan lain untuk kitab yang terang, lembaran yang terjaga. Lauhul mahfuz.

Bagian akhir ayat ini seolah turut menjelaskan siapa ulul amr. Bukankah wajar bahwa seorang pemegang otoritas atas segenap manusia adalah setara dengan Nabi, juga seorang yang tahu tentang ilmu dalam lauhul mahfuz? Dan berita baiknya masih banyak lagi ayat lain yang turut menjelaskan siapa ulul amr. ###

Silahkan bertanya kepada para pakar sejarah Islam tentang siapa sosok yang dimaksud dengan ulul amr, atau "diri-diri kami", atau dia yang padanya ilmu sang kitab! Itu adalah orang yang sama. Itulah Islam 100% sebagaimana Nabi (saw). Para pakar itu tak akan punya sandaran kuat untuk menolak bahwa itu adalah tentang bin Abu Talib, Ali. ###

Menarik dibaca:
* AlQuran, Surah Ali Imran: 19, tentang Islam sebagai agama yang benar
* ibid, Surah Ali Imran: 59-61
* ibid, Surah Yunus: 61, tentang kitab yang terang
* ibid, Surah alBuruj: 22, tentang lembaran yang terjaga
* ibid, Surah alMaidah: 3, tentang Islam sebagai agama yang disenangiNya
* ibid, tentang lengkap dan tuntasnya agama (dengan kenabian Muhammad)
* ibid, Surah Ali Imran: 31, tentang meniru Muhammad (saw)
* ibid, Surah alBaqarah: 108
* ibid, Surah atTariq: 13-14
* ibid, Surah anNisa: 59
* ibid, Surah arRa'd: 43
* https://id.m.wikipedia.org/wiki/Muhammad
* https://en.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Hurairah
* https://en.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakr
* https://en.m.wikipedia.org/wiki/Ali
* https://id.m.wikipedia.org/wiki/Najran
* https://muslim.or.id/2406-inilah-generasi-terbaik-dalam-sejarah.html
* Imamate and Infallibility of Imams in the Quran, oleh Ridha Kardan. versi buku elektroniknya dapat diunduh di link ini. https://www.al-islam.org/imamate-and-infallibility-imams-quran-ridha-kardan