Selasa, 10 Juli 2018

Awal agama

Awal agama 

Awal agama adalah mengenalNya, sempurnanya pengenalan akan Dia adalah bersaksi akan Dia, sempurnanya persaksian akan Dia adalah percaya akan ketunggalanNya, sempurnanya kepercayaan akan ketunggalanNya adalah mengakui kesucianNya, dan sempurnanya kesucian Dia adalah penyangkalan sifat-sifatNya...(Ali bin Abu Talib, dalam Nahjul Balaghah)

Ada yang bilang bahwa agama adalah sistem terdiri dari ajaran, tata nilai, ritual, dst yang menghubungkan manusia dengan hal adikodrati, luhur, ilahiah. Dalam kata-kata Ali bin Abu Talib sendiri agama dinyatakan sebagai pernyataan Allah tentang apa yang baik, apa yang buruk, apa yang diperintahkanNya, apa pula yang dilarangNya. Dalam dua definisi yang beririsan ini agama kemudian bersifat subjektif. Bagi sebagian orang satu hal bisa dipandang sebagai bagian dari agama, sementara bagi sebagian yang lain bukan. Contohnya ihwal memakai baju, bagi sebagian orang itu bukan bagian dari agama karena mereka tak melihat di sana adanya kaitan antara manusia dengan hal transenden, ilahiah, Tuhan, dst. Sementara bagi yang lain ihwal yang sama adalah bagian dari agama.

Mungkin pertanyaan yang lebih umum begini. Apakah agama mencakup semua hal, atau tidak? Jika tidak, hal apa yang tidak dicakup oleh agama? Masing-masing kita mungkin punya jawaban untuk soalan-soalan ini, lengkap dengan argumen-argumennya. Namun demikian saya mengajak anda mencermati salah satu versi jawaban berikut.

Bagi mereka yang menilai bahwa segenap wujud, termasuk segenap hal di lingkup kemanusiaan, tak bisa dilepaskan dari tuhan, hal ilahiah, hal transenden, hal mulia, dst, jelaslah bahwa semua hal tercakup oleh agama. Perbuatannya, pengetahuannya, niatnya, dirinya, hidupnya, bahkan matinya, adalah bagian dari agama.

Bagaimana versi lainnya? Kedua, ada mereka yang memandang semesta sebagai perpaduan antara hal-hal yang terkait dengan tuhan, hal mulia, dst, juga hal-hal lain yang terlepas dari kaitan itu. Bagi mereka ada wilayah agama, ada wilayah non-agama.

Adakah versi ketiga, yakni ateisme, tak beragama? Nampaknya ndak ada. Sebagian orang menafikan tuhan personal, sosok serba maha, yang disembah oleh kaum beragama formal. Namun demikian mereka tak mungkin menafikan adanya kesempurnaan, keutamaan, kemuliaan, dst. Yang itu dengan sendirinya menunjukkan bahwa mereka mengaitkan hal-hal dengan  kesempurnaan, kemuliaan, dst. Bahwa mereka beragama juga. Hanya tak dalam bentuk formal.

Sedikit tambahan, ateisme sebenarnya bahkan bukan menafikan adanya sosok sembahan, tuhan. Bagi kaum ateis hasrat merekalah sosok tuhan yang disembah itu.

Alhasil, baik versi pertama maupun kedua, agama diakui keberadaannya. Termasuk pula, dengan demikian, hal transenden, hal mulia, hal ilahiah, diakui wujud. Dalam kata-kata Ali bin Abu Talib hal transenden, hal mulia, hal ilahiah itu dinyatakan sebagai bagian dari pengenalan akan Allah. Tidak sempurna. Pengenalan manusia akan hakikat ketuhanan ada kalanya jauh dari lengkap, namun bagaimanapun itulah yang kemudian menjadi titik tolak keberagamaannya. Menjadi landasan laku keluhuran. ###

Pengenalan sekilas akan keluhuran dapat mengantarkan seorang kepada perbuatan yang tampaknya luhur. Pengenalan yang lebih mendalam tentang keluhuran lebih mendekatkan seorang kepada sang Luhur, akan menyampaikannya kepada perbuatan yang luhur, sesuai kadar pengenalannya tsb. Pengenalan yang sempurna akan keluhuran kemudian menyampaikan seorang kepada perbuatan sang Luhur dengan dia sebagai perantaranya. Demikianlah, dangkal-dalamnya pengenalan seorang akan Allah menjadi pondasi bagi lakunya, agamanya. ###

Pengenalan akan Allah seperti apa dikatakan cukup? Dalam ungkap Ali bin Abu Talib pengenalan akan Dia dikatakan cukup, atau sempurna, saat pengenalan itu mengantarkan kepada kesaksian bahwa Allah adalah sang Tuan, yang menaungi segenap wujud, sekaligus Dialah sang Tuhan, satu-satunya yang dicinta dan dipuja. ###

Menarik dibaca:
* Khutbah 1, dalam buku "Nahjul Balaghah", oleh Ali bin Abu Talib
* Khutbah 85, ibid, tentang penjelasan term "agama"
* AlQuran Surah AlJatsiyah: 23, tentang menyembah hasrat
* AlQuran Surah AlBaqarah: 165, tentang sangat mencinta Allah
* https://en.m.wikipedia.org/wiki/Religion

Tidak ada komentar:

Posting Komentar