Senin, 11 Juni 2018

8. Baik adalah...

8. Baik adalah...

Bertolak dari pendapat, "Apalah artinya perbuatan yang tak membawa kebaikan. Apa pula nilai percakapan tanpa kebaikan." Sampailah kita pada bahasan tentang apa itu kebaikan.

Perlu sepertinya saya sampaikan bahwa mencari kebaikan ada kalanya menyampaikan kepada apa yang tak anda harapkan.

Sebelumnya telah jelas bahwa sang Tuan adalah tunggal dan sederhana. Perwujudan ketunggalan dan kesederhanaan itu kemudian adalah bahwa segenap wujud selaras satu sama lain. Karenanya kemudian segenap wujud menjadi ada karena mengikuti satu pola yang sama. Pola ini kemudian dalam batas-batas tertentu dapat dikenali dengan penalaran. Sebagian kita kemudian menyebutnya kebaikan. Memberi, misalnya, atau menjaga kehidupan, adalah baik karena sejalan dengan konsep mencipta. Merampas, misalnya, atau mematikan, adalah tak baik karena tak sejalan dengan konsep mencipta.

Ada kalanya kebaikan disamakan dengan keadilan. Yakni menempatkan segala sesuatu pada posisi yang sesuai. Contohnya, dimensi yang sesuai untuk makhluk adalah alam ciptaan yang faktual, bukan alam potensi. Karenanya kemudian sang Tuan mencipta. Contoh lainnya, makhluk yang baik dibalas dengan kebaikan berupa kenikmatan, makhluk yang jahat dibalas dengan keburukan berupa siksa. Karenanya kemudian ada surga yang abadi, ada neraka yang abadi.

Masalahnya lalu siapa yang menentukan "posisi yang sesuai" sebagai syarat keadilan? Apakah penalaran?

Apakah mencipta kejahatan, atau keburukan, misalnya, adalah sejalan dengan prinsip keadilan? Apa benar bahwa semua yang ada hanya kebaikan? Kenapa bisa muncul konsep keburukan dalam akal jika faktanya tak ada? Dst. Sebagian penalar mungkin akan sampai kepada pertanyaan-pertanyaan demikian. Hal ini dapat dimaklumi karena bahan-bahan penalaran ada kalanya berupa fungsi, ihwal material, yang bukan wujud hakiki.

"Posisi yang sesuai" sebagai syarat keadilan mestinya dikembalikan kepada sang Tuan, karena Dia yang membuat pernyataan, karena Dia yang mencipta. Dengan penalaran yang benar kemudian akalpun akan sampai kepada "posisi yang sesuai" sebagaimana diinginkan oleh sang Tuan. Hal ini jelas karena semua wujud hakikatnya mengikuti satu pola saja. Dalam kerangka penalaran keadilan ini nampak jelas bahwa manusia, seorang hamba, hanya akan sampai kepada pahaman keadilan dan kebaikan jika dan hanya jika tunduk pada definisi yang disampaikan oleh sang Tuan. Sebuah gambaran yang cukup jelas tentang ketaatan seorang hamba kepada sang Tuan.

Ini sebuah alternatif.
###

Ada kalanya mencari kebaikan, dengan kemurahan sang Tuan, menyampaikan kepada sesuatu yang jauh melampaui harapan.

Bayangkan ada seorang yang selalu memperhatikan anda, menjaga anda dari bahaya, tahu kebutuhan-kebutuhan anda pun menyediakan sarana-sarananya. Hal ini tak akan aneh saat anda telah berbuat kebaikan kepadanya. Atau setidaknya anda menyadari kedermawanannya, bersimpati, kemudian membalas dengan yang serupa. Lalu dia kembali lagi bersikap baik kepada anda. Anehnya dia tak peduli anda berterima kasih atau tidak. Dia tak peduli anda memperhatikannya atau mengabaikannya. Bahkan saat anda mencaci maki, menyakiti, dan mengusirnya, tetap dia tak mengubah sikapnya. Ketika anda bahkan menganggapnya tak ada, dia tetap bersikap sama. Mungkin sebagian orang menyebut dia dungu dan buta...

Tapi sebagian yang lain menyebutnya jatuh cinta.

Begitulah gambaran tentang sikap sang Tuan kepada anda. Anda begitu penting bagiNya. Dia mencinta anda setulusnya.
###

Ada kalanya anda merasakan rela, lega, saat membantu makhluk lain yang dalam kesulitan. Saat itu tak terpikirkan dalam benak anda berharap balasan. Ada kalanya bahkan anda lupa meminta sekedar kata terima kasih. Demikianlah Dia mengajarkan kedekatan dan cinta, yang menyenangkan.

Ada kalanya anda merasakan hidup begitu menghimpit dan berat. Yang anda harapkan tak kunjung datang. Yang jadi tempat bergantung tak juga mengerti dan peduli. Anda saat itu hanya tak menyadari bahwa Dia ingin dikenali, ingin pula Dia dicintai. Demikianlah Dia mengajarkan rindu dan keterpisahan, yang menyiksa.

Dalam kerangka ini cukup jelas bahwa manusia, sang hamba, hanya akan mencapai kebaikan dengan meniruNya.

Ini sebuah alternatif yang lain. Dan puji hanya untuk Allah, sang Tuhan, yang disembah dan ditiru oleh segenap wujud dan alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar